Penjatuhan
dan pelaksanaan hukuman mati sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra
di berbagai kalangan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam
pandangan sosial, hukuman mati merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia
tetapi bila dilihat melalui pandangan hukum, hukuman mati harus dilaksanakan
demi keadilan dan perlindungan terhadap warga negara.
Dalam hukum Indonesia, ancaman hukuman mati diatur dalam Kitab Undang
Undang Hukum Pidana pasal 340 (untuk tindakan pembunuhan berencana), UU No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 2, PERPU No. 1
tahun 2002 yang disahkan menjadi UU melalui UU No. 15 tahun 2003 tentang
pemberantasan tindak pidana terorisme pasal 6 dan 9, pasal 80 dan 82 UU No. 22
tahun 1997 tentang Narkotika, Psl 59 (2)
UU No 5 ttg Psikotropika dan UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM pasal
36 dan 37.
Pro
Hukuman
mati merupakan salah satu bentuk hukuman (pidana) terberat yang diberikan
kepada pelaku tindak pidana dan dijatuhkan terhadap mereka yang dianggap telah
melakukan tindakan pidana yang amat berat. Adanya ancaman hukuman mati terhadap
tindak pidana menimbulkan efek ‘jera’ bagi orang lain serta memberikan
ketenangan terhadap korban ataupun keluarga korban khususnya mereka yang
menjadi korban pembunuhan ataupun genocida. Di Indonesia, hukuman mati masih
dianggap perlu dilaksanakan karena dalam kehidupan masyarakat dimana kesadaran
akan hukum masih amat rendah, sehingga efek dari adanya hukuman mati yaitu agar
masyarakat taat dan takut akan hukum masih diperlukan.
Ditambah
lagi dengan keadaan lembaga pemasyarakat disaat ini, dimana pada berbagai lapas
mengalami over capacity dan menjadi
tempat untuk para pelaku tindak pidana mempelajari atau memperdalam ilmu
kejahatan. Sehingga bilamana mereka menyelesaikan masa tahanan mereka, mereka
menjadi lebih ‘pandai’ dalam melakukan tindak pidana kejahatan dan kembali
menjadi ancaman bagi masyarakat.
Terlebih
lagi dalam hukum Indonesia, hukuman mati mendapat dukungan legalitas karena
ancaman hukuman mati berlaku dan ada didalam perundang-undangan negara terhadap
jenis tindakan pidana tertentu sehingga keberadaanya tidak menyalahi hukum
positif yang berlaku.
Kontra
Keberadaan
hukuman mati dianggap oleh beberapa kalangan bertentangan dengan hak asasi
manusia untuk hidup dimana hal tersebut juga diakui oleh negara Indonesia dalam
UUD 1945 pasal 28 I bahkan secara universal hak atas hidup juga diakui melalui Declaration of Human Right yang juga
diadopsi oleh Indonesia melalui UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Hal ini bersandar bahwa meskipun seseorang telah melakukan suatu tindak pidana
namun hak hak asasinya sebagai manusia tetap melekat mulai dari saat penyidikan
sampai saat penjatuhan hukuman bahkan pada saat pelaksanaan hukuman pun hak
asasinya wajib dihormati dan dijaga. Selain itu hukuman mati dianggap sebagai
suatu tindakan yang melanggar ketentuan agama serta menentang kehendak Tuhan
karena hal tentang hidup dan matinya seseorang ada ditangan-Nya.
Hukuman
mati adalah merupakan suatu hukuman yang final dimana mereka yang divonis
hukuman mati tidak akan mendapatkan kesempatan kedua ataupun rehabilitasi dimana
bila mengingat sistim hukum di negara manapun tidak ada yang sempurna, sehingga
orang orang yang sebenarnya tidak bersalah yang dijatuhi hukuman mati tidak
mungkin mendapatkan nyawanya kembali.
Kesimpulan
Hukuman
mati masih perlu dipertahankan di Indonesia, hal ini dilakukan agar masyarakat
‘takut’ akan hukum (meningkatkan kesadaran masyarakat atas hukum) dimana pada
masa ini kesadaran masyarakat atas hukum amat rendah ditambah lagi dengan
adanya over capacity di berbagai
lembaga pemasyarakatan serta stigma dimana dalam lapas tersebut menjadi
‘sekolah kriminal’ bagi para pelaku tindak kejahatan. Namun pelaksanaan hukuman
mati hendaknya diberlakukan pada kejahatan kejahatan yang menimbulkan korban
jiwa seperti pembunuhan, terorisme dan kejahatan HAM berat seperti Genocida.
No comments:
Post a Comment